Search This Blog

'Tersasar' di Geopark Pongkor

Jakarta, CNN Indonesia -- Sengaja memasang lagu berjudul Jalan-Jalan milik Shaggydog saat bertamasya di kawasan Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) adalah sebuah kekeliruan besar.

Meski di luar Jakarta masih bisa ditemui sawah hingga kawasan dataran tinggi, namun kemacetan tetap setia mengikuti kemana roda bergulir.

Hal ini yang saya alami saat hendak memuaskan rasa penasaran tentang kawasan Taman Bumi (Geopark) Gunung Pongkor di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pekan lalu.

Cuaca di pekan pertama bulan Januari 2019 sedang cukup bersahaja, tidak terik dan juga mendung.

Bahkan ketika saya memutuskan untuk bertolak dari kawasan Jakarta Selatan, menuju Gunung Pongkor sekitar pukul 08.00 WIB, angin sedang mendermakan kesejukannya. Langit pun terlihat biru semesta, dengan gumpalan awan yang artsy.

Niat untuk menempuh perjalanan antar kota antar provinsi itu saya wujudkan hanya dengan bermodalkan bensin, tenaga, dan aplikasi peta digital.

Setelah cukup gamang memilih jalur yang diberikan oleh aplikasi peta digital, akhirnya saya memutuskan untuk melaju ke arah Sawangan-Parung-Ciampea-Leuwiliang-Gunung Pongkor.

Sebenarnya aplikasi tersebut memberikan dua opsi rute, namun saya sengaja memilih jalur tersebut karena lebih hemat waktu ketimbang lewat jalur Jalan Raya Bogor-Dramaga-Ciampea-Leuwiliang-Gunung Pongkor.

Aplikasi tersebut mengestimasikan waktu 3 jam 25 menit untuk tiba di Gunung Pongkor, namun kenyataannya jauh berbeda. Waktu yang saya butuhkan untuk tiba di Gunung Pongkor hampir dua kali lipat dari estimasi.

Penyebabnya tidak lain adalah macet di kawasan pasar, ditambah tenda hajatan yang menutup banyak ruas jalan.

Akhir pekan di kawasan Jabodetabek adalah momen dimana segala macam ego bermuara. Ada yang ingin liburan (seperti saya), ada yang ingin menggelar hajatan hingga mengorbankan fasilitas umum, dan ada pula yang hendak membuat dapur ngebul hingga ngetem di sembarang tempat.

'Tersasar' di Geopark Pongkor [EMB]Pemandangan yang mendominasi perjalanan menuju kawsan Geopark Gunung Pongkor. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Sebagai warga negara, yang tidak punya hak terkait kenyamanan dan kelancaran di jalanan, saya hanya sanggup menikmati perjalanan dengan minikmati segala bentuk problematikanya.

Setelah hampir empat jam menempuh perjalanan dengan modal aplikasi peta digital, akhirnya saya melihat papan petunjuk Geopark Pongkor yang terletak tidak jauh dari Tugu Kujang Antam, Jl. Raya Kalong II.

Jika sudah melihat papan petunjuk tersebut, ambil arah ke kiri dan masuk ke Jl Ace Tabrani. Sekitar tiga kilometer dari papan petunjuk, ada sebuah jembatan di sebelah kiri jalan yang menjadi akses satu-satunya untuk menuju kawasan Geopark Gunung Pongkor.

Kesalahan saya hari itu adalah terlalu mengikuti petunjuk yang diberikan oleh aplikasi peta digital, sehingga yang mengarahkan ke Gunung Pongkor. Padahal semestinya saya mengarah ke Jl. Raya Antam, Pangkal Jaya, Nanggung.

Hasilnya sudah bisa ditebak, saya tersasar ke kawasan desa Pongkor. Memang tidak sepenuhnya kesalahan ada di aplikasi peta digital, melainkan karena saya yang tidak bertanya kepa penduduk sekitar tentang arah Geopark.

Setelah blusukan di kampung orang melewati jalan terjal khas pegunungan, yang di beberapa ruas masih belum tersentuh proyek pengaspalan, akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada seorang kurir produk jajanan anak di sebuah warung kawasan Desa Pongkor Atas.

"Wah, ini bapak mah nyasar. Geopark ada di bawah pak, lumayan jauh. Sok saya anter ke, kebetulan saya juga mau ke arah sana. Tapi tunggu sebentar ya pak," ujar orang tersebut.

Setelah ia menyelesaikan urusannya dengan pemilik warung, akhirnya saya diminta untuk mengikutinya. Perjalanan ke bawah membutuhkan waktu sekitar 20 menit, dan akhirnya kami berpisah di pertigaan karena ia hendak melanjutkan pekerjaannya.

"Ini tinggal lurus aja, ikutin jalan rusak. Kalau udah ngelewatin kali, tinggal belok kiri aja pak. Nanti ketemu tulisan Geopark, itu namanya Sawah Lega," ujarnya diikuti pamit setelah memberikan penjelasan.

'Tersasar' di Geopark Pongkor [EMB]Anak-anak sekitar berkunjung ke objek wisata Sawah Lega. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Berbekal penjelasan dari orang baik tersebut, saya pun akhirnya menemukan kawasan Sawah Lega.

Waktu menunjukkan sekitar pukul 14 WIB, itu artinya saya perlu waktu enam jam untuk ke kawasan Gunung Pongkor.

Sawah Lega merupakan spot Instagramable di atas kawasan sawah Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung. Ada sebuah jalan yang dibuat dari bambu untuk melihat persawahan lengkap dengan latar belakang pegunungan khas kawasan Bogor Barat.

Sayangnya saat saya ke sana, padi baru saja dipanen dan sawah hendak digarap sehingga pemandangan di bawah jalan bambu itu pun hanya berwarna coklat karena didominasi lumpur. Namun tetap saja pemandangan itu menyenangkan bagi saya yang sehari-hari tidak melihat sawah.

Untuk masuk ke kawasan ini tidak dipatok harga, hanya disedikan kotak yang ditujukan untuk biaya kebersihan.

Setelah puas mengambil gambar di bawah terik mentari, akhirnya saya memutuskan kembali ke motor untuk mengambil minum sembari mengamati papan petunjuk tentang kawasan tersebut. Namun seketika ada seorang pria yang menghampiri dan memberikan karcis parkir

"Kang, maaf tadi saya lupa ngasih karcis parkir. Rp3.000 aja," ujarnya sopan, lengkap dengan logat Sunda.

Saya tidak pernah merasa keberatan dengan uang parkir atau tiket sekalipun asalkan disertai dengan buktinya, dan bagusnya pria tersebut langsung memberikan selembar karcis bukti parkir ketika saya mengeluarkan uang.

'Tersasar' di Geopark Pongkor [EMB]Berjalan di atas persawahan sembari menikmati pemandangan, tanpa harus becek-becekan dan merusak tanaman adalah atraksi di Sawah Lega. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Sembari menenggak air mineral dalam botol yang tidak lagi dingin, saya berbincang dengan pria yang memperkenalkan diri dengan nama Ubuy itu.

Menurut Ubuy Sawah Lega adalah salah satu dari berbagai objek wisata yang ada di Desa Bantar Karet.

Sawah Lega sendiri sengaja didirikan atas inisiatif warga desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Muda Mandiri, Desa Wisata Bantar Karet. Objek wisata ini baru dibuka pada 25 Desember 2018, dan langsung menarik minat banyak wisatawan.

"Kemarin teh pas tahun baru rame pisan ini. Malahan ada yang dateng sembilan bus, sampe bingung saya ngatur parkirnya," ujarnya sembari tertawa.

"Pas peresmian juga ada orang dari UNESCO katanya sih dari Prancis, Jean saha (siapa) gitu namina (namanya)."

Ubuy menjelaskan jika di dekat Sawah Lega masih ada objek wisata seperti Curug Love, Curug Cimarinten, Gunung Dahu, Curug Cikaung, Goa Maling, Kawaci, Situ Menteng, Curug Uncal, dan Makam Mbah Kudung.

'Tersasar' di Geopark Pongkor [EMB]Curug Love. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Namun yang paling dekat dari Sawah Lega adalah Curug Love, dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 15 menit.

"Itu kan ada fotokopian, nah belok kiri aja nanti ikutin jalan juga ketemu. Motor parkir di sini aja kang, biar gak parkir lagi di sana," kata Ubuy.

Akhirnya saya pun mengikuti saran pria yang sehari-hari bertugas menjaga kawasan parkir Sawah Lega.

Setelah berjalan kaki selama 15 menit ke arah yang ditunjukkan Ubuy, akhirnya saya bertemu dengan Curug Love. Tempatnya menurut saya sangat biasa, hanya ada aliran kecil di sela bebatuan besar dan genangan di bawahnya. Namun cukup banyak anak muda yang bermain di tempat tersebut, sehingga keceriaan tetap terpancar di sana.

(ard)

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2FtcKeU
January 13, 2019 at 10:22PM from CNN Indonesia http://bit.ly/2FtcKeU
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "'Tersasar' di Geopark Pongkor"

Post a Comment

Powered by Blogger.